Entri Populer

Selasa, 09 Oktober 2012

share fanfic "Our Tour Guide" *puput*

jadi gini, temen gue;Icha dia ngasih kado buat Uti yang ulang tahun minggu lalu. terus Icha ngasih kado fanfic. jadi fanfic itu adalah sebuah cerita yang dibuat oleh para fans dan cast nya adalah para artis. cast nya bisa dicari sendiri ya di fanfic nya. menurutku fanficnya seru dan menarik. apalagi pas bagian si 'Tour Guide' nya. so, Enjoy!


Akhirnya, sampai juga aku ke Korea Selatan.
Aku mengeratkan jaketku dan mengambil tasku dari bawah kursi, kemudian berjalan keluar dari pesawat. Kelima temanku, Indy, Hanan, Ara, Hana, dan Bia sudah berjalan di depan, sehingga aku berjalan paling belakang.
Kami berenam memenangkan hadiah berlibur selama dua minggu di Korea Selatan. Tiket pesawat serta akomodasi dibayarkan oleh pihak penyelenggara, dan kami diberi uang saku untuk berbelanja sepuas-puasnya di Seoul.
“Mana nih yang jemput? Yang tanggung pihak penyelenggaranya kan? Nama perusahaan travelingnya apaan? Mana hangeul semua lagi tulisannya,” cerocos Ara.
“Iye. Katanya pas di Jakarta, orangnya bakal bawa-bawa tulisan ‘Culture Training Indonesia’,” jawab Indy.
“Mana? Gak ada yang tulisannya latin, adanya hangeul semua,” sahut Bia.
“Emang tertulisnya hangeul kali,” kata Hana.
“Tuh, tuh, Culture Training Indonesia, makanya pasang mata yang bener,” aku menyeletuk bosan.
Kami langsung menghampiri orang yang membawa tulisan tersebut. Orang itu memakai masker, dan yang jelas dia adalah laki-laki.
“Hello, we are from Indonesia. And I think you are the one who is in charge to accompanying us in Seoul,” kata Indy.
Orang itu langsung mengangguk, “Yes, I will be your tour guide and your translator for two weeks. Please, follow me to the car. We will go straight to the hotel.”
Kami berenam cuma berpandang-pandangan sebentar, dan mengikuti jalannya orang itu. Hana bisik-bisik, “Gila, ini orang, ngenalin diri aja belum, udah langsung straight to hotel aja.”
Saat sudah sampai di mobil – lebih tepatnya minibus – orang itu langsung bicara lagi, “This is Malik, he will be our driver for the next two weeks. He can speak Malay because he is a Malaysian. And my name is Kim Jongin. I only speak in Korean and English. Actually, I’m only substituting my colleague, because something happened, and she will not be able to accompanying you guys.”
Sial. Si supir bisa bahasa Melayu. Aku jadi tidak bisa mengata-ngatai si tur guide. Tapi ya sudahlah, selama dia bisa bersikap, tidak akan ada masalah.
Sebentar. Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa nama si supir itu familiar ya?
Kim Jongin….
Kim Jongin…
Kim Jongin…
“Kim Jongin bukannya nama personil EXO?!” tanyaku tiba-tiba, ketika suasana sedang hening di kamar.
Semua mata langsung menatap.
“Hah? Gak tau,” sahut Hana bingung.
“Eh iya juga ya, itu bukan nama aslinya Kai?” tanya Indy.
“Lah, terus tadi, si tur guide kita kan namanya Kim Jongin juga,” kata Hanan bingung.
“Masa iya dia personil exo,” kata Ara.
“Bisa aja, dia kan tadi pakai masker,” sahut Bia.
“Ya gak lucu banget seorang Kai jadi tur guide, Bi,” tukasku kesal.
“Tau lo gimana sih, Bi,” kata Hana. “Lo kira si Kai gak ada kerjaan apa?”
“Yaudah lah ya,” jawab Bia dengan muka datar.
“Kita harus cari tau dia itu Kai personil EXO atau bukan!” seru Indy bersemangat.
“Iya! Setuju!” sambut Ara sambil mengacungkan tinju di udara.
Dan dimulai lah petualangan kami di Seoul.
“Ehmm… Funny, your name sounds familiar,” kata Indy memberanikan diri berbicara.
Hari itu hari kedelapan kami di Seoul. Kami sudah melihat segala jenis hal, makan segala jenis makanan, dan berfoto-foto ria. Tapi ada satu hal yang belum kami lakukan: mencari identias sejati tur guide kami.
Dan ini sudah kelewat batas. Kami tinggal seminggu lagi di Korea. Si tur guide misterius itu tidak juga membuka maskernya.
“Oh, yeah?” tanyanya balik sambil sedikit batuk.
“Yeah,” sahutku ikut bicara. “You know, we are familiar with SM Town’s singers...”
“You guys already hungry?” potong Malik cepat-cepat, sambil melirik Jongin.
“No, we just have a breakfast,” sahut Hanan.
“We are full,” sambung Bia.
“Well, then, where are we going to? You guys have already seen the interesting places in Seoul. I have no idea for today’s activity,” kata Jongin, akhirnya ikut bicara lagi setelah sempat diam.
“You don’t make any plan or something?” tanya Ara bingung. Kami juga berpandang-pandangan bingung.
“We haven’t buy any souvenir,” kata Hana.
“Okay, we’ll go to the place you can buy some traditional things…”
“We don’t like old-fashioned stuffs,” potong Indy. “No offense, but we prefer to go to place where we can buy Super Junior posters and things like that.”
“Emmm…” sekali lagi, Jongin salah tingkah. Dia melirik Malik seolah minta bantuan.
“Alright, then, we’re heading to that place,” sahut Malik ringan.
Selama di mobil, Jongin lebih sering diam, dan Malik jadi lebih aktif bicara, dengan bahasa Inggrisnya yang beraksen Melayu. Ketika ditanya kenapa dia berbicara bahasa Inggris alih-alih Melayu, dia hanya menjawab dengan santai bahwa ia ingin menghormati Jongin karena Jongin tidak bisa bahasa Melayu, dan rasanya kasar kalau berbicara dalam bahasa asing di depan orang yang tidak paham.
Ketika sudah sampai, Jongin berkata dengan gugup, “I’m sorry, I will have to wait here. A person with mask isn’t allowed to go inside. Malik will go with you. Don’t worry, he can speak Korean.”
Kami langsung berpandang-pandangan. Masa iya sih, tur guide kami adalah Kai? Apa cuma kebetulan? Tapi kenapa dia langsung gugup ketika ada yang menyebut-nyebut EXO?
“See you next time, guys!” seru Jongin ceria. “Next week, I will go to Jakarta. I will go to your school and maybe you can buy me some Indonesian food.”
“Really?” tanya kami kaget.
“Oh, yeah, just come!”
“We’d glad to!”
“Bye for now, Jongin!”
Itu hari terakhir kami di Korea. Kami akan berangkat pulang ke Jakarta. Dan dua minggu di Korea, kami tetap penasaran dengan tur guide kami yang tidak pernah melepas maskernya itu. Malik juga tidak banyak membantu, dia langsung membelokkan pembicaraan ketika kami menyebut-nyebut ‘SM Town’ ataupun ‘EXO’.
“Gue masih penasaran hubungan tur guide kita sama Kai,” kata Indy. “Gue curiga dia Kai beneran.”
“Jangan-jangan dia kembarannya Kai yang tertukar lagi,” sahut Ara.
“Lo kira sinetron apa,” jawabku. “mana mungkin Kai punya kembaran.”
“Mungkin mungkin aja tuh,” kata Bianda.
“Lagian kan kalau pun kembar, ngapain emaknya ngasih nama anak sama,” kataku lagi. “Ah tau ah, capek ngomong sama kalian.”
Satu minggu setelah kepulangan kami dari Korea, Jongin benar-benar mengirim SMS kepada kami. Lebih tepat ke ponselku.
“Eh, Jongin SMS!” seruku kepada teman-temanku.
“Demi apa? Jadi dia beneran mau datang ke sini dong?” tanya Bianda.
“Eh bentar, bentar, ini apaan nih di twitter kok rame,” kata Hanan tiba-tiba.
Kami langsung melupakan SMS Jongin untuk sementara. “Apaan, ada apa di twitter?” tanya Indy.
“Kai lagi di Jakarta!” seru Hanan.
“Hoax kali,” sahut Ara. “Ngapain Kai ke sini?”
“Bentar deh, kok barengan sama Jongin tur guide kita?” tanyaku.
Tiba-tiba ruangan jadi hening.
Di depan sekolah jadi rame.
Entah ada apa, tapi jadi banyak cewek-cewek ngumpul di situ, gak jelas anak mana.
Dan mereka ngerubungin seseorang sambil jejeritan, “Kai! Kai!”
Aku, Hanan, Indy, Bia, Ara, dan Hana cuma bisa melongo.
HPku bergetar lagi, dan ada SMS masuk dari Jongin, “I am currently in front of your school, surrounded by a group of girls. Help me, please? L “
Setelah mendekat, dan Jongin menerobos cewek-cewek itu, kami langsung serentak bertanya, “So you are Kai?!”
“Alright, I am Kai from EXO,” kata Jongin akhirnya mengaku lesu. “I wear a mask so you guys won’t recognize me, but I don’t want to wear a fake name. I thought it’s enough, but it turns out that you guys still knew that I am Kai.”
Kami langsung terpana.
Jadi tur guide kami benar-benar Kai!
“I’ll buy you as many siomay as you want,” kataku setelah sempat speechless.